Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 12 Mei 2016 : TIDAK ADA KESAKSIAN JIKA TIDAK ADA KESATUAN ORANG-ORANG KRISTEN

Bacaan Ekaristi : Kis 22:30; 23:6-11; Mzm 16:1-2a,5,7-8,9-10,11; Yoh 17:20-26

Kita seharusnya menggigit lidah kita ketika tergoda untuk menjelek-jelekkan orang lain, karena seorang "penjual" adalah seorang saksi yang kontra Kristen, dan bahkan menyebabkan perpecahan di dalam Gereja. Paus Fransiskus memperingatkan perilaku ini, yang sayangnya meluas dalam perangkat Gereja, dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi, 12 Mei 2016, di Casa Santa Marta, Vatikan.

"Menengadah ke langit, Yesus berdoa". Dalam Bacaan Injil (Yoh 17:20-26), Paus Fransiskus mencatat, "Yesus berdoa untuk semua orang, tidak hanya untuk para murid yang berada di meja bersama-Nya, tetapi untuk semua orang". Bahkan, Yohanes menulis : "Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka". Artinya, Paus Fransiskus menegaskan, bahwa Kristus "berdoa untuk kita : Ia berdoa untuk saya, untuk kalian, untuk kalian, untuk kalian, untuk kita masing-masing". Ia tidak pernah berhenti berdoa : "Yesus terus melakukannya di surga, sebagai pengantara kita". Pentingnya memahami "apa yang sedang dimohonkan Yesus kepada Bapa saat ini : 'supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita". Memang, Yesus "percaya dan berdoa untuk kesatuan, kesatuan orang-orang percaya, sebagai jemaat-jemaat Kristen". Ia membayangkan "kesatuan sebagai sesuatu yang Ia miliki bersama Bapa dan Bapa bersama Dia : sebuah kesatuan yang sempurna". Doa-Nya, menurut Injil Yohanes, berakhir seperti ini : "agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku". Oleh karena itu, "kesatuan jemaat-jemaat Kristen" dan "kesatuan keluarga-keluarga Kristen" adalah "kesaksian terhadap fakta bahwa Yesus diutus oleh Bapa".

Paus Fransiskus menyadari bahwa "salah satu hal yang paling sulit mungkin adalah mencapai kesatuan dalam sebuah jemaat Kristen, sebuah paroki, sebuah keuskupan, sebuah lembaga Kristen, sebuah keluarga Kristen". Sayangnya, beliau melanjutkan, "sejarah kita, sejarah Gereja, sering membuat kita merasa malu : kita telah mengobarkan perang terhadap saudara-saudara Kristen kita, marilah kita mempertimbangkan perang 30 tahun". Yesus malahan "mengatakan sesuatu yang lain : 'Jika orang-orang Kristen berperang di antara mereka sendiri itu karena Bapa tidak mengutus Yesus, di situ tidak ada kesaksian". Dari pihak kita, Paus Fransiskus mengatakan, "kita harus memohonkan kepada Tuhan banyak pengampunan untuk sejarah ini; sebuah sejarah begitu sering perpecahan dan tidak hanya di masa lalu, tetapi juga hari ini, juga hari ini". Dunia, beliau mengatakan, "melihat bahwa kita terbagi dan mengatakan : 'mereka telah mencapai kesepakatan, tetapi kita akan melihat. Bagaimana mungkin Yesus telah bangkit dan hidup, tetapi murid-murid-Nya tidak sepakat?'".

Memang, "kita bahkan tidak bersatu pada Paskah!", kata Paus Fransiskus. "Sekali waktu, seorang Kristen Katolik bertanya kepada seorang Kristen Timur, yang juga Katolik : 'Kristusku bangkit lusa, kapankah Kristusmu bangkit?'". Dan pada akhirnya "dunia tidak percaya".

Pada titik ini Paus Fransiskus menanyakan tentang bagaimana "perpecahan-perpecahan Gereja" terjadi? Jawabannya adalah melupakan saat "perpecahan besar di antara Gereja-gereja Kristen ini" dan berjalan, misalnya, langsung ke "paroki-paroki kita". Masalahnya, Paus Fransiskus menunjukkan, adalah bahwa "iblis datang ke dunia melalui kedengkian, kata Kitab Suci. Kedengkian iblislah yang membawa dosa ke dalam dunia". Jadi "ada keegoisan, karena aku ingin menjadi lebih daripada orang lain dan sering kali - saya akan mengatakan bahwa hampir rutin dalam jemaat-jemaat, paroki-paroki, lembaga-lembaga, keuskupan-keuskupan kita - kita menemukan diri kita dengan perpecahan-perpecahan yang mendalam yang benar-benar dimulai dengan kecemburuan, dengan kedengkian, dan ini menyebabkan kita berbicara buruk tentang satu sama lain, kita sering bermulut jahat". Mengacu pada sebuah kejadian yang sering terdengar di paroki-paroki, "di negeri saya itu sangat umum", Paus Fransiskus berbagi, "Saya pernah mendengarnya dikatakan dalam sebuah lingkungan : 'Aku tidak pergi ke Gereja karena melihat yang satu ini, ia pergi ke Misa setiap pagi, menerima komuni dan kemudian pergi dari rumah ke rumah berbicara buruk tentang orang lain : aku lebih memilih untuk tidak pergi ketimbang menjadi orang Kristen macam ini, seperti penjual gosip ini". Beliau melanjutkan, "di negeri saya orang-orang ini disebut 'para penjual gosip' : mereka menyebarkan gosip, memecah belah dan di sanalah perpecahan-perpecahan dimulai dengan lidah melalui iri hati, kedengkian dan bahkan ketertutupan". "Ketertutupan" ini menuntun kita untuk memberikan penghakiman : "Tidak, ajarannya adalah ini, dan ini dan seterusnya".

Paus Fransiskus mengingatkan bahwa Rasul Yakobus, dalam bab tiga suratnya, mengatakan : "Kita mengenakan kekang pada mulut kuda! Bahkan sebuah kapal dengan sebuah kemudi kecil bisa dikendalikan. Bisakah kita tidak mengendalikan lidah kita?". Karena lidah, Yakobus menulis, "adalah suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar". Memang benar, Paus Fransiskus menegaskan : lidah "dapat menghancurkan sebuah keluarga, sebuah jemaat, sebuah masyarakat; dengan menabur kebencian, perang dan kedengkian". Beliau kembali ke kata-kata doa Yesus : "Aku berdoa untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau". Tetapi ada "begitu banyak jarak" di antara doa Yesus dan kehidupan "sebuah jemaat Kristen yang terbiasa berbicara buruk tentang orang lain". Inilah sebabnya "Yesus berdoa untuk kita kepada Bapa".

Paus Fransiskus kemudian menganjurkan kita "memohonkan kepada Tuhan rahmat agar Ia memberi kita kekuatan, agar hal-hal tersebut tidak ada dalam jemaat-jemaat kita". Namun, Paus Fransiskus menyarankan, "Yesus mengatakan kepada kita bagaimana kita harus terus ketika kita tidak setuju atau ketika kita tidak menyukai sesuatu tentang orang lain : 'Panggillah dia, berbicaralah!'". Jika teman bicara kalian "tidak mengerti atau tidak mau, panggillah seorang saksi" dan menengahi. Yesus "mengajarkan kita" cara ini. Tetapi "lebih mudah berbicara buruk dan menghancurkan reputasi orang lain".

Memperkuat penengahannya, Paus Fransiskus menceritakan sebuah kisah kehidupan Santo Filipus Neri. "Seorang perempuan pergi untuk mengaku, dan ia mengaku telah bergosip". Kemudian "Santo Filipus Neri, yang ceria, baik, juga murah hati, berkata kepadanya : 'Nyonya, sebagai penebusan dosa, sebelum memberikan Anda absolusi, pulanglah, ambillah seekor ayam, cabutlah bulunya, kemudian pergilah ke seluruh daerah sekitar dan sebarkanlah bulu ayam tersebut di seluruh daerah sekitar, serta kemudian pulanglah". Keesokan harinya, Paus Fransiskus melanjutkan, "perempuan itu kembali : 'Aku telah melakukannya, Bapa, apakah Anda akan memberi saya absolusi?'". Santo Filipus Neri menjawab dengan fasih : "Tidak, ada sesuatu hal yang hilang, Nyonya. Pergilah ke seluruh daerah sekitar dan ambillah semua bulu tersebut", karena "inilah bagaimana gosip itu : ia menodai orang lain". Memang, Paus Fransiskus menambahkan, "orang-orang yang bergosip, menodai, menghancurkan reputasi, menghancurkan kehidupan dan sering kali tanpa alasan, bertentangan dengan kebenaran". Inilah sebabnya "Yesus berdoa untuk kita, untuk kita semua yang ada di sini dan untuk jemaat-jemaat kita, untuk paroki-paroki kita, untuk keuskupan-keuskupan kita : 'supaya mereka boleh menjadi satu'".

Mengakhiri homilinya, Paus Fransiskus berdoa agar "Tuhan menganugerahkan kita rahmat", karena "sangat banyak kekuatan iblis, kekuatan dosa, yang mendorong kita kepada perpecahan, selalu!". Pentingnya berpaling kepada Tuhan "memberi kita rahmat, memberi kita karunia yang menciptakan kesatuan : Roh Kudus", Paus Fransiskus melanjutkan, dalam harapan tersebut "agar Ia memberi kita karunia yang menciptakan keselarasan ini, karena Ia adalah keselarasan, kemuliaan jemaat-jemaat kita". Dan agar "Ia memberi kita kedamaian, tetapi dengan kesatuan". Dengan demikian, "marilah kita memohon rahmat kesatuan untuk semua orang Kristen, rahmat yang besar dan kecil, rahmat setiap hari untuk jemaat-jemaat kita, keluarga-keluarga kita". Dan juga "rahmat untuk menggigit lidah kita!".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.