Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 28 Maret 2017 : MEMILIKI IMAN BERARTI MENGHAYATI KEHIDUPAN KITA DENGAN SUKACITA

Bacaan Ekaristi : Yeh. 47:1-9,12; Mzm. 46:2-3,5-6,8-9; Yoh. 5:1-3a.5-16

Dalam homilinya selama Misa harian Selasa pagi 28 Maret 2017 di Casa Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus mendorong orang-orang kristiani untuk dapat bergaul dengan berbagai hal, menghayati kehidupan dengan sukacita. Beliau mendesak mereka untuk jangan mengeluh dan tidak membiarkan diri mereka dilumpuhkan oleh dosa yang buruk, dosa kemalasan.

Kisah Injil yang menjadi pokok permenungan dalam homili Paus Fransiskus menceritakan seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ia berbaring di tepi kolam yang disebut Betesda bersama sejumlah besar orang sakit, orang buta, orang timpang dan orang lumpuh, yang percaya bahwa ketika seorang malaikat turun ke kolam itu dan menggoncangkan air itu maka barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apa pun juga penyakitnya. Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan mengetahui bahwa ia telah lama sakit, Ia berkata kepadanya : "Maukah engkau sembuh?”.

“Itulah apa yang berulang kali dikatakan Yesus kepada kita juga”, Paus Fransiskus mengatakan : 'Maukah engkau sembuh? Maukah engkau bahagia? "Maukah engkau memperbaiki kehidupanmu? Maukah engkau dipenuhi dengan Roh Kudus?'”.

Ketika Yesus, Paus Fransiskus menunjukkan, bertanya kepada orang asing itu apakah ia ingin sembuh, alih-alih mengatakan “ya”, ia mengeluh tidak ada orang yang menurunkannya ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara ia menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahuluinya. Jawabannya, Paus Fransiskus mengatakan, adalah sebuah keluhan, ia sedang menyiratkan bahwa kehidupan telah berlaku tidak adil kepadanya.

“Orang ini, Paus Fransiskus mencatat, seperti pohon yang ditanam di sepanjang tepi sungai, yang disebutkan dalam Bacaan Pertama, tetapi memiliki akar yang kering, akar yang tidak mencapai air, tidak bisa mengambil makanan dari air”.

Paus Fransiskus mengatakan hal ini jelas dari sikapnya yang selalu mengeluh dan mencoba untuk menyalahkan orang lain. “Inilah dosa yang buruk : dosa kemalasan”, beliau berkata.

Paus Fransiskus mengatakan penyakit orang ini bukanlah kelumpuhannya yang sangat parah, tetapi kemalasannya, yang lebih buruk ketimbang memiliki hati yang suam-suam kuku. Hal ini menyebabkannya hidup tanpa keinginan untuk maju, melakukan sesuatu dalam kehidupan, hal itu menyebabkannya kehilangan kenangan akan sukacita, beliau menjelaskan, mengatakan orang itu telah kehilangan semua ini.

Yesus, Paus Fransiskus melanjutkan, tidak menegurnya tetapi mengatakan : “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah". Orang itu sembuh tetapi karena itu hari Sabat, maka para ahli Taurat mengatakan haram hukumnya mengangkat tilam pada hari itu dan mereka bertanya kepadanya siapa orang yang menyuruhnya untuk melakukannya.

Orang sakit tersebut, Paus Fransiskus mencatat, bahkan tidak berterima kasih kepada Yesus atau menanyakan nama-Nya : “ia bangun dan berjalan dengan sikap yang penuh kemalasan itu, 'menghayati hidupnya karena udara bebas’, selalu memandang orang lain ‘yang lebih bahagia’ dan melupakan sukacita.

"Kemalasan", beliau berkata, adalah sebuah dosa yang melumpuhkan kita, menghentikan kita dari berjalan”.

Bahkan hari ini, Paus Fransiskus mengatakan, Tuhan memandang kita masing-masing orang-orang berdosa - kita semua orang-orang berdosa - dan mengatakan “Bangunlah”.

Tuhan memberitahu kita masing-masing, Paus Fransiskus mengakhiri, untuk memegang kehidupan kita, baik indah maupun sulit dan melanjutkan : “Jangan takut, berjalanlah ke depan, bawalah tilam kalian” dan ingatlah untuk datang ke mata air dan memuaskan dahaga kalian dengan sukacita serta meminta Tuhan untuk membantu kalian bangun dan mengetahui sukacita keselamatan.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.